Ya, beliau adalah salah seorang tokoh yang berperan besar dalam membentuk diri Jonru seperti saat ini.
Saya mengenal beliau dari internet. Ya, benar-benar dari internet. Saat itu, sekitar tahun 2002, saya mengalami depresi tingkat tinggi, karena banyaknya cobaan hidup yang menghampiri. Hidup saya ketika itu masih penuh oleh maksiat, masih berpikiran liberal, masih tak peduli pada urusan agama.
Saya menemukan nama beliau di sebuah website. Saya baca profil beliau. Lalu saya berpikir, "Saya harus mendatanginya Saya yakin, beliau bisa membantu saya keluar dari masalah demi masalah yang menghimpit demikian berat."
Maka saya pun menelepon nomor yang tercantum di website tersebut. Saya minta jadwal untuk konsultasi, dan beliau pun mempersilahkan saya datang.
Proses pencarian alamat beliau ketika itu cukup lama dan berliku-liku. Dan saya tiba di rumah sekaligus tempat praktek beliau menjelang Magrib. Jadi ketika saya datang, beliau langsung mengajak saya shalat berjamaah di masjid terdekat.
Saat itu, kondisi tubuh Pak Fuadi Yatim sudah tidak normal. Dia datang ke masjid membawa tempat duduk, karena dia tak bisa lagi shalat sambil berdiri. Namun karena belum kenal, saya tentu tidak berani bertanya tentang kondisi kesehatannya. Yang jelas, saat itu beliau memang sudah terlihat tua, mungkin sekitar 55 tahun.
Seusai shalat, beliau mempersilahkan saya duduk di ruang prakteknya, berhadapan langsung depannya.
Saya pun menceritakan masalah yang dihadapi. Namun belum sempat bercerita panjang, Pak Fuadi Yatim langsung memotong pembicaraan saya.
Dia mengambil sebuah pulpen, lalu menggambarkan sebuah garis panjang di atas kertas.
"Coba lihat ini," ujarnya. "Titik pertama yang posisinya dekat dengan pangkal ini adalah dunia. Ini adalah kehidupan jangka pendek kita. Sedangkan titik yang posisinya sangat jauh ini namanya akhirat. Inilah kehidupan jangka panjang kita.
Kehidupan di dunia ini hanya sebentar. Setelah kiamat nanti, kita semua akan dibangkitkan dari kubur, melewati padang mashar yang sangat panas, sendirian, selama ribuan tahun, dalam keadaan telanjang bulat."
"Telanjang bulat?" Saya melongo, sungguh bergidik saat saya mendengar penuturan beliau yang terasa sangat menakutkan.
"Betul. Itulah salah satu kehidupan jangka panjang kita."
Saya terdiam, tertegun, bingung harus berkata apa.
"Anak kecil," lanjut beliau, "mereka berpikiran jangka pendek. Jika makan permen, yang mereka pikirkan hanya efek jangka pendeknya, yakni enak di mulut dan perut. Mereka tidak memikirkan jangka panjangnya, seperti gigi yang bisa rusak, dan sebagainya.
Kamu sudah dewasa, bukan? Sebagai orang dewasa, seharusnya kamu berpikiran jangka panjang. Jika kita hanya berpikiran jangka pendek, alias hanya memikirkan dunia, maka apa bedanya kita dengan anak kecil?"
Sungguh, ucapan inilah yang benar-benar menampar saya, membuat saya tersadar seketika, bahwa selama ini hidup saya sangat salah, sesat-sesesat-sesatnya.
Saya menangis, menggigil ketakutan, membayangkan kehidupan saya di alam mashar nanti yang sendirian, kepanasan, dan telanjang bulat pula. Sanggupkah saya melewati situasi yang demikian berat?
Saya seketika sadar, bahwa sebagai orang dewasa, seharusnya kita lebih mementingkan jangka panjang, yakni kehidupan di akhirat kelak.
Dan ucapan pak Fuadi Yatim itulah yang menjadi SALAH SATU titik balik hidup saya. Menjadi salah satu wasilah dari pertaubatan saya di tahun 2002 lalu.
Pak Fuadi Yatim ketika itu menasehati saya untuk ikut tarbiyah, agar ruhani saya terus tersirami oleh tausiyah agama. Sebuah nasehat yang sangat membekas di hati saya, namun baru bisa saya jalankan di pertengahan tahun 2003, menjelang pernikahan dengan istri saya saat ini.
* * *
Saya hanya bertemu satu kali itu dengan pak Fuadi Yatim. Namun pertemuan yang singkat tersebut telah menjadi salah satu wasilah terbesar yang mengubah hidup saya seratus delapan puluh derajat.
Sungguh! Saya merasa sangat berhutang budi pada Pak Fuadi Yatim, walau secara pribadi saya sebenarnya tidak mengenal beliau sama sekali.
Dan sore 27 Desember 2016, saya mendapat kabar dari seorang ustadz, bahwa Pak Fuadi Yatim telah berpulang pada hari Jumat, 23 Desember 2016 lalu.
Saya tertegun, seketika teringat masa lalu, ketika sore hari saya bersusah-payah mencari alamat beliau, ketika shalat berjamaah bersama beliau, mendapat pengalaman yang sangat berharga saat berkonsultasi dengan beliau di daerah Cipinang Jaya Raya, Jatinegara, Jakarta Timur.
Pak Fuadi Yatim mungkin sudah lupa pada saya, karena jumlah pasien beliau tentu sangat banyak. Namun bagi saya, sungguh beliau adalah seorang pahlawan yang dihadirkan oleh Allah untuk mengubah hidup saya di tahun 2002 lalu.
Maka hari ini seusai shalat Ashar dan Magrib, saya secara khusus berdoa untuk beliau; "Ya Allah, Engkah Maha Tahu tentang betapa besarnya jasa Dokter Fuadi Yatim terhadap diriku. Mohon jadikan itu sebagai amal jariyah yang akan menyelamatkan diri beliau di akhirat nanti. Dan mohon pertemukanlah aku dengannya kelak di dalam surgaMU. Aamiin."
Jakarta, 27 Desember 2016
Note: Only a member of this blog may post a comment.